Assalamualaikum sobat inspirilo. Di postingan kali ini saya ingin berbagi pengalaman setelah beberapa waktu lalu mengunjungi Objek Wisata Ziarah Pamijahan. Oleh orang-orang di tempat saya tinggal, lebih seringnya disebut dengan nama Pamijahan saja. Jadi ketika menyebut nama Pamijahan, sudah pasti itu kaitannya dengan wisata ziarah. Bukan wisata untuk tujuan tamasya dan lain-lain.
Saya sendiri sudah lama sebenarnya mendengar dan mengetahui perihal Wisata Ziarah Pamijahan ini. Namun untuk alamatnya sendiri saya juga masih belum tahu. Yang saya tahu lokasinya itu sekitar Tasik atau Ciamis, gitu. Maklum, kendati sudah sering mendengarnya, saya belum pernah sekalipun berkunjung ke sana sebelumnya.
Pamijahan ini juga disinyalir sebagai salah satu tujuan wisata ziarah terbesar di Jawa Barat. Banyak orang dari berbagai daerah berkunjung ke sana.
Dari hasil saya browsing di Wikipedia, saya mendapati alamat Wisata Ziarah Pamijahan itu sendiri yakni terletak di Desa Pamijahan, Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya 46187, Jawa Barat.
Adapun peta Pamijahan Tasikmalaya jika dilihat via Google Maps adalah sebagai berikut:
Tasyakur bin ni’mah
Singkat cerita beberapa waktu lalu, yakni pada tanggal 5 Agustus 2017 saya berkesempatan untuk berkunjung ke sana. Tentunya saya tidak sendiri, melainkan bersama rombongan satu keluarga besar dan para tetangga sekampung, serta karyawan yang bekerja di kakak saya. Jika ditotal jumlahnya kurang lebih 90 orang. Rencananya kami akan berangkat ke sana menggunakan Bus Karunia Bakti. Dan untuk memuat penumpang sebanyak itu, setidaknya diperlukan 2 unit bus. Jadilah kami menyewa 2 bus untuk berangkat ke Pamijahan kala itu.
Adapun alasan atau latar belakang saya berkunjung ke Pamijahan adalah atas inisiatif kakak saya yang pertama. Alhamdulillah kakak saya yang satu ini memang sudah terbilang sukses dalam usahanya di bidang konveksi. Hampir semua pemuda di kampung bekerja menjadi buruh jahit tas di perusahaan kakak saya.
Jadi dalam rangka tasyakur bin ni’mah atas kelancaran usahanya, beliau membiayai kami yang berjumlah 90 orang itu untuk berangkat bersama ke Pamijahan secara gratis. Tapi gratis ongkosnya aja lho ya. Kalau soal biaya makan/konsumsi dan sejenisnya sih bayar sendiri-sendiri.. he
Saat itu direncanakan kami akan berangkat hari Sabtu, ba’da ashar.
Persiapan sebelum berangkat
Kebanyakan yang ikut dalam rombongan adalah para karyawan dan tetangga. Tentunya mereka mempersiapkan pemberangkatannya masing-masing. Saya juga tidak tahu apa saja yang mereka persiapkan.
Adapun persiapan yang saya lakukan itu tidak terlalu ribet. Hanya membawa pakaian salin, satu stel baju kokok + sarung dan jaket. Tidak perlu banyak-banyak bawa barang juga, karena toh di sana nanti cuma 1 hari.
Yang terlihat sibuk adalah ibu dan kakak perempuan saya. Dari Jum’at malam atau satu hari sebelum berangkat, mereka sudah sibuk mempersiapkan bekal makanan. Yang mana nantinya akan kami santap bersama sekeluarga besar di lokasi tujuan. Jadi praktis mereka sangat sibuk dalam mempersiapkan bekal buat kami makan nanti. Saya sih bantu-bantu seperlunya aja. hehe
Berangkat rombongan dari Garut
Hari Sabtu pun tiba. Selepas salat Ashar, kamipun bergegas untuk segera berkumpul menunggu bus yang hendak memberangkatkan. Kami semua berkumpul di depan rumah kakak yang memang terletak di pinggir jalan.
Seperti jadi sebuah budaya yang melekat di masyarakat kita, kala itu bus yang dijanjikan akan tiba pukul 3.30 sore (ba’da ashar) ternyata ngaret hingga 1,5 jam lamanya. Hasilnya kami dibuat menunggu selama waktu tersebut. Alasannya adalah bus terjebak macet di kawasan Pasar Samarang, sebuah kawasan yang memang cukup padat kendaraan di daerah saya.
Tapi kami masih tetap harus selalu bersyukur. 2 bus yang ditunggupun akhirnya muncul pada pukul 17.00. Dengan segera, semua orang yang telah lama menunggu, satu persatu memasuki bus.
Waktu serasa begitu tanggung, mengingat tak lama lagi akan masuk waktu maghrib.
Pak Ustadz yang membersamai kami di dalam bus-pun menginstruksikan dan memberi arahan untuk men-jama salat Maghribnya nanti di waktu isya.
Setelah cek ini dan itu, dirasa semuanya telah siap, kamipun seraya mengucap basmallah. Tak lama diikuti juga dengan gerak putaran ban bus yang perlahan maju. Kala itu waktu menunjukkan pukul 17.15.
Rehat sejenak di Masjid ‘lupa lagi namanya’
Jalan demi jalan, tikungan demi tikungan pun dilalui. Bus perlahan meninggalkan kota Garut tempat kami bernaung. Malam semakin menunjukkan wajahnya. Dalam perjalanan, saya tanpa sadar terlelap tidur di atas tempat duduk. Hingga akhirnya saat terbangun, saya mendapati orang-orang hendak keluar bus. Saya cek jam HP terlihat pukul 10 malam.
Saya kira sudah sampai tujuan. Ternyata eh ternyata cuma transit untuk istirahat ?
Kami berhenti di suatu area komplek masjid untuk melaksanakan salat Isya dan salat Maghrib jama takhir. Saya lupa apa nama daerahnya dan japa nama masjidnya. haha. Yang jelas sudah masuk kota Tasik. Kira-kira 2 jam lagi untuk mencapai Pamijahan.
Selepas salat, kami sempatkan untuk menyantap makanan secara berjamaah di area halaman masjid tersebut. Sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan menuju Pamijahan.
Tiba di Wisata Ziarah Pamijahan tengah malam
Persis seperti yang telah diperkirakan, 2 jam kemudian tepatnya pukul 12 malam lebih sedikit, kami akhirnya sampai di Pamijahan.
Di area parkir Wisata ziarah Pamijahan tampak banyak sekali bus berjejer parkir. Terlihat plat nomornya menunjukkan kode daerah yang berbeda-beda. Dapat dipastikan bahwa bus-bus tersebut juga angkutan para peziarah dari daerah lain.
Setelah sampai dan menghela nafas sejenak, berikut kegiatan yang kami lakukan di Pamijahan malam itu.
Berziarah ke Makam Syekh Abdul Muhyi
Inti dari postingan ini sebenarnya ada di bagian ini. Jadi mohon maaf ya kalau di atas terlalu banyak cing-cong :).
Tak lama setelah turun dari bus, kami bergegas menuju arah sebuah masjid yang letaknya berdekatan dengan makam Syekh yang akan kami ziarahi.
Semua orang terlebih dahulu mengambil air wudhu di area masjid. Kemudian lanjut bergegas menaiki tangga menuju makam Syekh Abdul Muhyi yang akan diziarahi. Lokasinya memang berada di atas
Rupanya banyak sekali jamaah yang hendak ziarah. Kami harus antre sebelum bisa masuk. Di saat itu kami manfaatkan waktu untuk berkumpul di sebuah gazebo yang letaknya berdekatan dengan lokasi makam. Pak Ustadz yang membersamai memberikan sedikit tausyiah dan juga arahan terkait hal teknis tentang mekanisme dan tempat-tempat ziarah yang nantinya akan kami kunjungi.
Tak berselang lama, sekitar setengah jam tibalah giliran kami bisa masuk ke lokasi makam untuk ziarah ke makam Syekh Abdul Muhyi. Kamipun berziarah membacakan doa-doa dan juga ayat-ayat Al-Quran, termasuk surat Yaa Siin dengan dipimpin Pak Ustadz.
Sekilas tentang Syekh Abdul Muhyi
Berdasar info dari Wikipedia Indonesia, Syekh Abdul Muhyi lahir di Mataram pada tahun 1650 dan dibesarkan di Gresik. Di usia menginjak 19 tahun, beliau kemudian pergi ke suatu daerah bernama Kuala yang masuk dalam teritori Kerajaan Aceh. Di sana beliau berguru mempelajari Agama Islam selama 8 tahun lamanya (1669-1677M) kepada Syekh Abdurrauf Singkil bin Abdul Jabar.
Saat berusia 27 tahun, beliau bersama teman-teman sepondoknya diajak oleh gurunya pergi ke Baghdad untuk ziarah ke makamnya Syekh Abdul Qadir Jailani. Beliau bermukim di sana selama 2 tahun lamanya.
Setelahnya Syekh Abdurrauf mengajaknya berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Dan pada saat di Mekah inilah, Syekh Abdurrauf mendapati sebuah tanda, bahwasanya salah satu dari muridnya kemudian akan jadi wali. Tanda-tandanya sendiri dicirikan dengan kelebihan yang dimilikinya.
Tidak lain dan tidak bukan, murid yang dimaksud adalah Syekh Abdul Muhyi.
Kemudian, Syekh Abdurrauf mengutus Syekh Abdul Muhyi untuk bergegas pulang ke Indonesia. Disuruhnya pula beliau untuk mencari sebuah gua yang terletak di bagian barat Pulau Jawa untuk dijadikan tempat bermukim.
Syekh Abdul Muhyi pun pulang menuju kampung halamannya. Beliau memberitahukan kepda orangtuanya perihal apa yang sudah dialami dan diamanahkan oleh gurunya.
Singkat kisah, Syekh Abdul Muhyi pun berangkat mencari gua sesuai petunjuk dari Syekh Abdurrauf saat di Mekkah.
Dan adapun gua yang dimaksud tersbut adalah Gua Safarwadi Pamijahan
Menyusuri Gua Safarwadi Hingga Shubuh
Setelah selesai berziarah ke makam Syekh Abdul Muhyi, kami melanjutkan perjalanan ziarah ke Gua Safarwadi. Boleh dibilang gua ini adalah tempat yang paling dinantikan untuk dikunjungi jika berkungjung ke Pamijahan. Saat itu saya tidak terlalu memperhatikan jam, tapi sepertinya sudah hampir masuk jam 3 pagi.
Letak Gua Safarwadi tidak terlalu jauh dari Makam Syekh Abdul Muhyi. Untuk mencapai ke sana, kita cukup berjalan kaki. Mulai turun dari tangga makam, kemudian menyeberang jembatan kecil masjid. Dan setelah sampai di pertigaan, tinggal belok kanan dan jalan terus, maka jalur menuju gua sudah dekat.
Gua dengan panjang sekitar 400 meter ini dipercaya juga sebagai tempat pertemuan para Wali Songo.
Pengalaman pertama memasuki gua – Gua Safarwadi Wisata Ziarah Pamijahan
Rombongan kamipun berjalan menuju lokasi pintu masuk menuju gua. Tibalah kami secara bergiliran satu persatu masuk ke dalam gua.
Bagi saya pribadi, ini adalah pengalaman pertama. Sebelumnya belum pernah saya masuk ke dalam gua semacam itu.
Kesan pertama yang saya rasakan adalah perubahan suhu yang begitu ekstrim. Sesaat sebelum memasuki gua, udara masih terasa sejuk. Namun beberapa langkah memasukki gua, keringatpun tak henti keluar. Suhu tubuh terasa begitu panas. Terlebih saya orangnya memang gampang sekali berkeringat. Bukan saya saja sih yang seperti itu, yang lain juga tampak merasakan hal yang sama.
Selain itu tentu jalur yang harus dilalui juga cukup terjal. Dalam berjalan harus sangat hati-hati, karena tidak jarang batu-batu tempat berpijak juga sangat licin permukaannya. Tapi tak mengapa, saya dan rombongan tetap semangat menyelesaikan perjalanan malam itu. Journey must go on.
Sama seperti gua pada umumnya, Gua Safarwadi ini juga dipenuhi stalaktit dan stalakmit di seluruh permukaannya. Yang menjadikannya istimewa adalah karena diyakini bahwa gua ini merupakan tempat semedinya para Syekh.
Di dalamnya juga terdapat semacam sekat-sekat yang seperti memisahkan ruangan satu dan ruangan lainnya. Beberapa ruangan di gua tersebut diyakini sebagai tempat semedinya para waliyullah zaman dulu, salah satunya Syekh Abdul Muhyi.
Di salah satu sudut gua juga terdapat mata air yang jernih dan bisa langsung diminum.
Tak ketinggalan, kami juga memasuki sebuah ruangan di mana terdapat sebuah lubang di dinding gua. Lubang tersebut diyakini oleh sebagian orang sebagai jalur para wali yang bisa tembus hingga ke Mekkah.
Kemudian kami lanjut berjalan menyusuri gua yang memiliki panjang sekitar 400 meter ini. Hingga akhirnya terlihatlah pintu keluar tanda ujung gua.
Waktu sudah menunjukkan hampir jam 4 pagi. Segera kami bergegas pulang ke area parkir/terminal melalui jalur memutar. Hal terakhir yang kami lakukan adalah bersih-bersih, mandi sebelum akhirnya salat Shubuh berjamaah di masjid dekat terminal.
Penutup
Baik, begitulah kiranya kisah pengalaman saya saat berkunjung ke Wisata Ziarah Pamijahan, Tasikmalaya.
Sebenarnya setelah mengunjungi Pamijahan, kami juga mengunjugi tempat ziarah lain. Pada pagi harinya selepas shubuh, kami beranjak mengunjungi tempat Ziarah Panjalu, yang letaknya di Kabupaten Ciamis, sekitar 2-3 jam perjalanan dari Pamijahan, Tasikmalaya.
Tentang Wisata Ziarah Panjalu dan apa yang kami lakukan di sana, InsyaAllah akan saya muat di postingan terpisah.
Di bagian penutup ini saya mau memberikan sedikit pemahaman saya yang alakadarnya tentang manfaat dari ziarah kubur itu sendiri.
Dari setiap kegiatan ziarah seyogyanya kita harus bisa mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Niat dan tata caranya juga jangan sampai menyalahi aturan yang telah disyariatkan. Karena siapa saja yang berziarah dengan mengikuti aturan dan petunjuk dari Rasulullah, itu sama saja ia telah berbuat baik pada dirinya sendiri.
Dengan melakukan ziarah kubur, banyak sekali fadilah yang bisa kita dapatkan. Diantaranya yaitu kita ikut mendoakan bagi mayit dan memohonkan ampunan bagi mereka. Yang mana hal ini adalah sebuah bentuk perbuatan terpuji dari kita yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal.
Kemudian dengan ziarah juga senantiasa mengingatkan kita akan kehidupan akhirat. Dunia dan segala isinya ini hanyalah sesuatu yang fana. Dengan kesadaran tersebut, maka tingkat ketaqwaan kita pada Allah juga akan bertambah.
Cukup sekian untuk artikel kali ini. Mohon maaf bila ada kesalahan kata maupun isi.
Baca juga: Pengalaman Bertemu Habibie Afsyah, Sang Mastah Internet Marketing
Terima kasih, sampai jumpa di artikel berikutnya.
Salam